Sabtu, 13 September 2008

HIDUP DI NEGERI YANG SALAH URUS

Indonesia adalah sebuah negeri pemegang record tertinggi dalam banyak hal di banding negara-negara lain di dunia; Pertama, sebagai negara kepulauan terbesar; Kedua, sebagai negara yang memiliki kekayaan alam terlengkap; Ketiga, sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar setelah Cina, Amerika Serikat, dan India; Keempat, sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk miskin dan pengangguran tertinggi; Kelima, sebagai salah satu negara terkorup di dunia; dan sebagainya.
Sebagai negara kepulauan terbesar, karena Indonesia memiliki 17 ribu lebih pulau besar-kecil yang terbentang luas dari Sabang hingga Merauke. Begitu banyaknya pulau yang dimiliki, sampai-sampai ada sejumlah pulau yang sampai sekarang tak memiliki nama. Bahkan, ada sejumlah pulau yang dimiliki dan dikuasai pihak asing luput dari perhatian pemerintah. Lepasnya pulau Ligitan dan Sipadan ke Malaysia (jangan-jangan) karena kita tak peduli dengan keberadaan kedua pulau tersebut. Masyarakat yang berdomisili di pulau-pulau terluar negeri ini nyaris kehilangan semangat nasionalismenya, karena tak pernah diurus oleh penguasa. Sementara pihak asing tak pernah berhenti melayani warga Negara Indonesia (WNI) diwilayah perbatasan dengan berbagai jenis pelayanan yang berlebih.
Luas wilayah daratan dan perairan Indonesia jika dijadikan satu, mirip dengan luas benua Australia dan luas daratan Amerika Serikat. Bila negara-negara di Timur Tengah kaya karena minyak dan gas bumi, Indonesia memiliki banyak ladang minyak dan gas bumi yang melimpah ruah; Bila negara lain, punya banyak tambang emas, timah, batu bara dan sejenisnya, Indonesia memiliki kekayaan tambang yang berlebih. Bila negara lain punya ladang sawit, lahan perkebunan dan pertanian yang luas, Indonesia juga punya, bahkan untuk jenis tertentu menjadi penghasil terbesar di dunia. Bila negara lain, memiliki kekayaan hutan dengan beragam jenis kayu, Indonesia masih menyimpan jutaan hektar kawasan hutan, meski setiap hari terus dibalak. Bila negara lain memiliki potensi kekayaan laut yang berlimpah, Kekayaan laut Indonesia menyimpan banyak potensi yang tak habis-habis, meski banyak dijarah pihak asing. Pendek kata, kekayaan yang dimiliki negeri ini (nyaris) sempurna dibanding negara-negara lain. Apa yang tidak ada di negara lain, (hampir) dipastikan ada di Indonesia.
Dalam sebuah diskusi, terjadi perdebatan yang menunjuk kepada kemajuan sebuah negara. Ada yang menyebut bahwa luasnya teritori (kawasan) dan besarnya jumlah penduduk di sebuah negara menjadi salah satu penyebab lambannya pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sebuah bangsa. Indonesia, dijadikan sebagai salah satu contoh kasusnya.
Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai angka 200 juta lebih dengan teritori yang menyerupai benua, dijadikan sebagai dasar argumentasi pembenar. Lalu, dicontohkan negeri jiran yang memiliki teritori dan jumlah penduduk yang kecil, seperti Singapura, Brunai Darussalam dan Jepang. Negara-negara tersebut, mampu mensejahterakan rakyatnya, karena jumlah penduduknya sedikit dan teritorinya tidak seluas Indonesia.
Namun argumentasi tersebut terbantahkan, karena tidak sedikit negara besar dengan jumlah penduduk yang besar pula serta luas negaranya juga luas, seperti Amerika Serikat, Cina dan India, ternyata bisa maju, berkembang dan modern. Negara-negara tersebut jumlah penduduknya jauh diatas Indonesia, tapi mampu mensejahterakan rakyatnya dan memajukan peradaban bangsanya. Dengan demikian, terminologi negara besar-kecil menjadi tidak akurat lagi untuk mengukur kemajuan sebuah bangsa dan negara.
Pertanyaannya adalah, mengapa kekayaan yang melimpah ruah tersebut, tidak mampu menghidupi warganya untuk sekadar hidup layak lahir dan batin. Jawabannya hanya satu kalimat, meminjam istilah Gus Dur: “negeri ini telah salah urus”.
Jika diurai secara detail jawaban diatas, tidak cukup halaman untuk menjelaskan kompleksitas persoalan bangsa ini. Tetapi secara general dapat disimpulkan bahwa negeri ini krisis keteladanan dan kejujuran, yang telah menyebabkan jutaan masyarakat Indonesia menderita dan hidup dibawah garis kemiskinan.
Elit-elit politik negeri ini tidak memberikan teladan yang baik bagi masyarakat yang dipimpinnya. Kekayaan negeri ini sepertinya telah dikapling-kapling untuk memakmurkan segelintir orang saja. Rakyat diserukan untuk berhemat, tapi mereka berfoya-foya dengan kemewahaan; Rakyat diminta untuk taat hukum, tapi mereka melanggar hukum; Rakyat diwajibkan bekerja keras, tapi mereka bermalas-malas sambil menunggu komisi dari hasil pembalakan liar, illegal fishing, penyelundupan dan semacamnya.
Mereka juga tidak jujur dengan dirinya, masyarakatnya dan Tuhannya. Anggaran yang seharusnya diproyeksikan untuk pengentasan kemiskinan, tapi mereka hidup kaya dengan program kemiskinan; Mereka juga hidup kaya, ditengah penderitaan masyarakat yang dilanda bencana; Mereka juga menikmati kekayaan dari pembangunan infra strukur; ada pula yang kaya dari penjualan buku-buku pelajaran, ada yang kaya dari pupuk yang dtimbun, ada juga yang kaya dari minyak dan gas yang diselundupkan dan sebagainya. Al hasil hampir seluruh yang berbau ”materi” diselewengkan dan dikorup. Mereka kaya dengan hasil korupsinya, sedang masyarakat tetap miskin, karena terus-menerus dimanipulasi. Kapan hal ini berakhir? Wallahu a’lam.
Nico Ainul Yakin
Pemimpin Umum/Redaksi tabloid Kerja

Tidak ada komentar: